Jumat, 24 April 2015

20 April 2015

Dulu, awal berjumpa dengan ayah. iyal malu-malu. takut salah tingkah atau nanti tidak disuka.Namun, lama kelaman iyal dan ayah sudah cerita banyak. Ayah paling suka kalau iyal pijitin kepalanya, sampe-sampe hampir tertidur haha. Iyal senang sekali bisa kenal ayah dan buat tertawa beliau. Ayah sering cerita tentang abang, kisah kisah mereka sekeluarga. Saat ayah bertemu ibu sebagai cintanya sewaktu muda. Kami tertawa bersama. Kami juga perna berpetualang ke Lakkang (Gowa-Sulsel) naik perahu. Berfoto bersama, menikmati indahnya alam hingga tak terasa terlukis senyum indah diwajahnya. Kata ayah, kapan jalan-jalan ke Bima iyal? dengan malu iyal jawab, belum tau ayah tapi kalau ada izin iyal kesana. Pesona wajahnya seperti sama persis dengan abang. Sungguh.
Ayah, iyal minta maaf belum bisa kesana
Ayah, baik baik disana
Ayah, perjuanganmu dimasa hidupmu takkan terlupa
"Kulihat manusia lahir, hidup, lalu mati
Menerima atau menolak, tak peduli
Dengan tangan dingin namun pasti
Sang Utusan datang dan tiap hidup ia akhiri.

Hadir di celah pagi malam
Di sela tarik dan desah
Pada ujung-ujung waktu tanpa detak
Juga pangkal-pangkal sudut ruangan

Saat itu
Ku Kemas Luka bathinku
Bersama Titik Hujan di awal fajar
Ku tatap wajahmu menyambut tamu dengan senyum

Dalamnya perasaan ini,
Halusnya jujur ini.
Tak mengerti seperti apa keilkhlasanmu berbentuk saat itu
Selalu sepi…

Tapi sungguh ternikmati setiap inci yang tiada dipeduli
Keindahan di atas keacuhan.
karena itulah bahasa diam lebih indah
Ketika pengorbanan adalah keikhlasan sebagai tujuan,
Keindahan LUKA itu

Tak mampu bait puisi ku rakit…
Ku rangkai seperti hari kemarin,
Hari inibukanlah berbeda dengan sakit yang dulu pernah ada….
Aku diam bukan bisu.
Karena ketulusan selalu hadiahkan.
Rasa yang terdalam

Dari keindahan TUHAN yang Maha Tahu… atas segala perjuangan untuk kebahagiaan anak-anakmu.
Jika saja bukan karena keridhaanmu,
Apa yang dapat dilakukan oleh manusia yang seperti debu ini
dengan Cintamu?

Selamat Jalan Ayahanda tercinta Syarkawi Bin Muh. Dalel maulana.
Al-fatehah bersenandung menemanimu", Muh,akbar Jailani.

16 Maret 2015

Hari ini menyedihkan, sungguh
Terjunlah air mata dari penampungan yg penuh
Aku terisak, menyesal, dan berhamburan rasa
seperti ditimpa angin badai lalu pusing tujuh keliling
Wajahku saat ini jelek, sejelek perasaanku
Kabar buruk ini harusku terima dengan ikhlas
Dia pergi untuk slamanya,
Mama..
Mama yg slalu menjagaku sejak kecil
Mama yg slalu memarahiku bila nakal
Mama yg slalu menghawatirkan aku sepanjang waktunya
Biarpun mama bukan yg mengandungku 9 bulan
Anakmu ini sungguh beruntung mendapat mama sepertimu
Air mataku tak henti hentinya membasahi wajahku
Mata tertutup, tak mau melihat kenyataan didepan
Aku tak berdaya beberapa saat
Tunggu, aku.................aku...............
Terasa penyesalan di dada
Di dada ini sesak, aduh..akukan mati juga
tapi............................................................
Aku telah mengerti, harus merelakanmu pergi di tempat yg lebih damai
dan bersanding bersamaNya disana.
Smoga kau tenang disana, anak anakmu slalu mendoakanmu
Alfatihah mengiringimu Mama Hj.Hanafia binti Sanusi
Terima kasih telah menjaga kami anak anakmu.
Always love